Jika melihat ke belakang, istilah generasi strawberry pertama kali muncul di Taiwan untuk menggambarkan generasi muda yang lahir setelah tahun 1981 (setelah tahun 80-an) yang tidak seperti orang tuanya, mengalami kesulitan menghadapi tekanan sosial di usia muda. Jadi, apa itu generasi strawberry? Generasi strawberry tahun berapa? Apa latar belakang generasi strawberry? Apakah merupakan cara parenting yang baik? Yuk, simak dibawah!
Apa Itu Generasi Strawberry?
Generasi strawberry merupakan istilah yang menggambarkan fenomena generasi muda saat ini, yang memiliki ide dan kreativitas yang tinggi, tetapi jika diberikan sedikit dorongan, mereka dengan mudah hancur seperti strawberry.
Para ahli dan jurnal-jurnal generasi strawberry menyimpulkan bahwa generasi strawberry adalah generasi yang memiliki banyak ide cemerlang dan kreativitas yang tinggi. Namun sayangnya mereka sangat mudah menyerah, mudah terluka, lamban, egois dan pesimis terhadap masa depan. Hal tersebut merupakan tantangan bagi generasi strawberry.
Baca Juga: Wajib Tahu! Penerapan Parenting Anak Usia Dini untuk Orang Tua
Penyebab Anak Menjadi Generasi Strawberry
Ada banyak faktor mengapa anak memiliki mental seperti strawberry. Oleh karena itu, ilmu parenting sangat penting untuk dipelajari guna membentuk karakter anak yang kuat sejak sedini mungkin. Yuk, simak penyebab generasi strawberry dibawah ini:
Pola Asuh/Parenting
Parenting atau pengasuhan anak memegang peranan penting dalam perkembangan anak, terutama pembentukan karakter anak. Kamu bisa mencoba pola asuh mindful parenting sebagai salah satu contoh pola asuh yang baik untuk anak.
Jika orang tua terlalu lembut, terlalu protektif dan terus-menerus mengganggu apa yang ditemui anak, anak bergantung pada orang tuanya, sehingga sulit bagi mereka untuk memutuskan segalanya, baik atau buruk.
Daripada ikut-ikutan dan “mengatur” anak, orang tua bisa berperan sebagai orang dewasa yang bisa mengutarakan pendapat dan menjelaskan suatu masalah atau keputusan. Misalnya, untuk mengetahui akibat dari suatu tindakan dari sudut pandang yang berbeda.
Ajarkan anak untuk menghargai kerja keras secara tidak langsung dengan memberikan apa yang anak minta, pahami bahwa segala sesuatu membutuhkan proses dan perjuangan. Patuhi kebijakan konsekuensi bagi anak, jangan terus menerus membela kesalahannya, karena hal ini dapat mengakibatkan anak menjadi semena-mena, egois dan selalu ingin dimengerti.
Labelling atau Panggilan yang Diberikan Orangtua
Kelahiran generasi strawberry kedua dipicu oleh tanda atau nama yang diberikan oleh orang tuanya. Sebuah kata, meski diucapkan dengan santai, bisa berdampak besar, apalagi jika kata itu diucapkan beberapa kali.
Seperti yang sering dilakukan orang tua saat ini dengan menyunat anaknya dengan nama tertentu. Dan yang memiliki arti yang baik dan kata-kata yang tidak boleh diucapkan.
Misalnya, jika Anda menganggap anak malas, lamban, tidak kompeten, sulit diatur, dll, hal ini akan mempengaruhi cara berpikir anak ke depan. Mereka merasa kurang percaya diri dan enggan untuk memperjuangkan apa yang mereka inginkan karena percaya dengan apa yang dikatakan orang tua mereka.
Demikian pula label dengan konotasi positif, seperti dicap sebagai putri, anak paling pintar, anak paling tinggi dan lain-lain, cenderung membuat anak besar kepala dan merasa selalu benar, sehingga biasanya sulit menerima. jika ada anak lain yang lebih tinggi dari mereka. Tak jarang stigma positif juga bisa membuat anak sombong dan egois.
Self Diagnosing
Perkembangan teknologi saat ini membantu masyarakat kita untuk berkembang dan dengan mudah mendapatkan informasi terbaru. Namun sayangnya kemudahan ini tidak disertai dengan literasi yang memadai, sehingga banyak generasi strawberry menelan semuanya, karena tidak mau menghabiskan waktu untuk menggali kebenaran.
Misalnya, jika sesuatu terjadi pada mereka. Mereka cenderung bertanya langsung ke Google atau netizen di jejaring sosial. Hal itu tidak sepenuhnya salah, namun hasilnya berbeda jika Anda langsung percaya tanpa memastikan kebenarannya. Seperti halnya kesehatan mental. Banyak generasi saat ini yang sangat menyadari pentingnya menjaga kesehatan mental. Namun sayangnya banyak dari mereka yang mendiagnosa dirinya sendiri.
Baca Juga: Memahami Perkembangan Psikologi Kepribadian Anak sesuai Usia
Ciri-Ciri Pola Asuh Strawberry Parents
Melansir dari The Asian Parent, ciri-ciri strawberry generation berasal dari lingkungan terdekat anak yaitu jalan atau model pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Yuk, simak lebih banyak tentang ciri-ciri pola asuh strawberry parents:.
Tidak Pernah Berkata “Tidak”
Kebiasaan terlalu memanjakan anak bisa membuat mereka berubah pikiran, menjadikan mereka generasi strawberry yang terlalu malas untuk melawan. Pola asuh seperti ini dapat membuat anak mudah bersyukur dan tidak mau berusaha karena keinginan apapun yang diinginkan dapat dengan mudah dikabulkan.
Menganggap Remeh Family Time
Tidak ada yang lebih penting daripada menghabiskan waktu bersama anak bermain. Ketika orang tua terus-menerus sibuk dengan pekerjaan, tetapi selalu memberikan uang atau membeli hadiah kepada anaknya sebagai “kompensasi”, hal ini dapat berdampak negatif pada perkembangan intelektualnya.
Tidak Mengajarkan Hukuman pada Anak
Orang tua harus mengkritik tindakan anak mereka. Karena orang tua adalah “sekolah” pertama dan “guru” pertama. Jika anak tidak pernah dihukum karena kesalahannya, kebiasaan ini dapat membangun karakter yang merasa “sempurna” atau tidak pernah salah. Itu hal yang salah.
Terkadang perlu menghukum anak atas kesalahannya agar anak bisa belajar dari kesalahan tersebut. Menghukum anak juga dapat mengembangkan karakter bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya agar tidak terulang lagi. Namun, tentu tidak dibenarkan menghukum anak dengan kekerasan.
Terlalu Memanjakan Anak
Hal ini masih berkaitan dengan kebiasaan memanjakan anak terlalu banyak. Kebiasaan ini dapat menciptakan harapan yang tidak realistis dalam pertumbuhan anak. Ini karena generasi strawberry berharap terlalu banyak diperlakukan dengan cara tertentu.
Jika tidak mendapatkannya, mereka juga sangat mudah menyerah atau bahkan melakukan sesuatu. Oleh karena itu, hindari kebiasaan memperlakukan anak sebagai “pangeran dan putri” di lingkungan keluarga.
Pola Asuh yang Membuat Anak Tidak Mudah Rapuh
Baru-baru ini, generasi strawberry menjadi perdebatan yang menarik dan menakutkan. Analogi ini berlaku untuk generasi sekarang yang lahir setelah tahun 1982, dimana generasi ini tumbuh di lingkungan yang lebih baik dari generasi sebelumnya.
Namun, banyak yang beranggapan bahwa generasi ini cenderung rapuh dan mudah terluka, atau mudah menyerah dan tersakiti. strawberry, lezat dan menggoda, namun rapuh, menggambarkan ketangguhan generasi ini, yang dibesarkan di zaman modern, serbaguna dan sering mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Tantangan generasi strawberry memang banyak, dalam keadaan seperti ini, sebenarnya ada empat gaya reproduksi yang harus dihindari agar menghasilkan generasi strawberry yang kuat.
Membatasi Keinginan Anak
Parenting dan pola asuh yang sehat diperlukan untuk membentuk pola pikir dan sikap anak di masa depan. Saat ini, orang tua lebih memanjakan anaknya dan memilih menuruti keinginan anaknya, misalnya dengan membeli apa yang diinginkan anaknya.
Ini sangat kontras dengan cara orang tua dulu melatih, yang dianggap lebih ketat di masa lalu. Kemudahan yang dimiliki anak-anak saat ini mengakibatkan mereka mendapatkan banyak hal yang diinginkan dan menjadi pribadi yang sulit untuk disyukuri. Jika Anda terbiasa seperti ini, Anda akan berjuang sebagai orang dewasa untuk menghadapi penolakan atau keadaan yang tidak sesuai dengan Anda.
Membatasi anak adalah hal yang baik, tetapi Ibu juga perlu hati-hati dan jangan sampai berlebihan. Hindari pola asuh strict parents pada anak, karena dapat berdampak pada anak yang suka berbohong dan kurnag terbuka.
Habiskan Waktu dengan Anak
Banyak ditemukan ornag tua yang sibuk dan tidak bisa menghabiskan waktu dengan anaknya. Mereka juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk anak-anak. Namun, membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga seringkali sulit. Oleh karena itu, sedikit yang akhirnya memutuskan untuk mengkompensasi waktu dengan uang.
Hal ini tidak dianjurkan karena jika dilakukan terlalu sering, kebiasaan ini dapat menimbulkan pemikiran bahwa materi lebih penting dan pemikiran bahwa uang dapat menjadi faktor penebus terlepas dari kesalahannya. Kasih sayang orang tua pun tidak bisa tersalurkan sepenuhnya.
Membantu Anak Seperlunya
Membesarkan anak untuk mandiri sangat penting agar anak memiliki daya juang dan sifat mandiri yang tinggi. Apalagi saat mereka hidup dalam kondisi sulit. Orang tua bisa membantu saat anak kesulitan, tapi jangan berlebihan.Berikan kesempatan kepada anak untuk berpikir dan berusaha mengatasi kesulitannya dan cukup berikan arahan.