Menonton YouTube bisa orang tua jadikan sebagai alternatif cara menghilangkan bosan di rumah. Tidak jarang juga orang tua menonton channel YouTube favorit mereka sehingga terinspirasi untuk melakukan sebuah kegiatan. Namun, ada hal yang sangat mengkhawatirkan dari tontonan YouTube. Banyak sekali YouTuber yang ingin mendapatkan subscriber dengan cara prank kepada anak. Padahal prank adalah cara yang salah untuk orang tua lakukan.
Meskipun konten prank lucu, tetapi lama kelamaan tidak baik untuk orang tua lakukan apalagi terhadap anak mereka. Yuk, cari tahu lebih lanjut mengenai apa arti prank di sini!
Baca juga: Mindful Parenting: Prinsip Pola Asuh Orang Tua Cerdas
Daftar isi :
Apa itu Prank?
Kena prank bisa menjadi hal yang menyenangkan atau menyedihkan tergantung dari mana melihatnya. Namun karena bisa menyenangkan atau menyedihkan bagi korbanya terutama anak, maka penting mengetahui maksud prank.
Prank adalah sebuah lelucon praktikal atau sebuah trik yang beberapa orang mainkan. Umumnya prank dapat menyebabkan korbannya kaget, tidak nyaman, atau keheran. Menariknya, prank termasuk dalam komedi gelap yang berarti candaan tersebut mengandung hal-hal yang negatif. Candaan prank sering mengundang kontroversial antara menyenangkan atau membahayakan untuk anak-anak.
Lebih lanjut, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prank merupakan senda gurau, kelakar, olok-olok, dan selarah. Saat ini kata ngeprank dimaknai sebagai sebuah guyonan yang bisa membohongi seseorang dan bersifat menjahili, diatur seolah-olah serius, namun hanya bohong belaka dengan tujuan agar korban merasa kaget, terkejut, atau bahkan merasa malu.
Prank pada Anak Bukan Tindakan yang Lucu
Dengan demikian, prank termasuk sebuah lelucon omong kosong yang provokatif kepada seseorang, sambil secara diam-diam merekam mereka. Puncak dari keseruan prank bagi mereka adalah melihat korbannya berteriak sengsara hingga pada akhirnya mengatakan bahwa hal tersebut hanya lelucon belaka.
Saat ini konten prank terhadap anak sudah banyak di YouTube. Meski terlihat lucu dan mengasyikan prank kepada anak kecil sangat berdampak buruk bagi perkembangan psikologi mereka.
Lebih lanjut, seorang dokter, yaitu Dr. Lin Hong dari The Psychology Atelier dan seorang dosen di Universitas Nanyang mengungkapkan bahwa, seorang anak ketika melakukan sesuatu yang murni dan polos, mereka secara intuitif mengekspresikan kebutuhan mereka akan rasa ingin tahu dan eksplorasi. Bagi orang tua momen tersebut merupakan momen kebanggan dari si Kecil.
Oleh karena itu, sebagai orang tua harus menyadari bahwa prank merupakan tindakan yang sangat berdampak buruk bagi anak. Biasakan memperlakukan anak dengan baik menggunakan jenis pola asuh yang tepat. Hindari melakukan senda gurau pada anak dengan prank karena berdampak buruk bagi perkembangannya.
Baca juga: Apa itu Pola Asuh Strict Parents? Jangan Seperti Ini, Moms!
Dampak Buruk Prank pada Anak
Munculnya tren prank adalah efek dari pesatnya perkembangan teknologi dan membuat banyak orang beralis tontonan dari televisi menjadi YouTube. Sayangnya pesatnya perkembangan tidak dibarengi dengan bekal ilmu apa itu parenting yang tepat. Berikut dampak buruk prank pada anak yang harus orang tua ketahui.
Merasa Tidak Aman
Anak yang mendapatkan perlakuan jahil secara terus-menerus oleh orang tua dapat mengakibatkan ia memiliki perasaan yang tidak aman ketika di rumah. Hal ini khususnya terjadi jika kejahilan terhadap anak dengan usia 6 hingga 12 tahun sebagai korbannya.
Menurut psikolog anak, Gracia Ivonika, M. Psi., rasa aman sangat anak butuhkan untuk mengoptimalkan proses tumbuh kembangnya. Apabila rasa aman tersebut tidak anak dapatkan, bukan tidak mungkin tumbuh kembangnya akan terganggu bahkan sampai terhambat.
Misalnya, prank orang tua lakukan dengan cara membuat situasi tidak aman, entah orang tua meninggalkan anak, atau mendapatkan hal yang anak tidak sukai. Hal tersebut dapat membuat mereka merasa tidak aman ketika ada di dekat orang tuanya.
Memperburuk Perkembangan Emosi
Menjadikan anak sebagai bahan lelucon merupakan sebuah ekspresi permusuhan terselubung. Alasannya, karena hal ini membuat anak merasa kesakitan, bahkan hingga memengaruhi harga dirinya.
Lebih lanjut, cepat atau lambat, anak yang sering mendapatkan perlakuan jahil dari orang tuanya sendiri akan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Selain itu, bukan tidak mungkin anak akan mendapatkan kondisi mentalnya di kemudian hari tidak stabil.
Mengikis Kepercayaan Anak
Anak-anak mempelajari rasa aman dari lingkungan tempat tinggalnya, seperti orang-orang yang paling dekat dengan dirinya. Oleh karena itu, jika anak selalu mendapat perlakuan jahil dan menjadi target kejahilan akan memengaruhi rasa percaya anak terhadap orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Rasa ketidakpercayaan anak bisa terjadi karena pola asuh yang seharusnya orang tua terapkan secara konsisten, hangat, memberikan rasa aman tidak terpenuhi. Namun, hal tersebut sebenarnya tergantung banyak faktor dan konteks seberapa sering kejahilan pada anak terjadi.
Mudah Merasa Cemas
Orang tua yang ingin melakukan kejahilan sebaiknya mempertimbangkan terlebih dahulu dampak yang mungkin terjadi pada anak. Jika si kecil tampak menikmati humor semacam itu, sesekali melakukan kejahilan kepadanya tidak mengapa. Namun, untuk anak yang tidak menyukai tindakan kejahilan, sebaiknya orang tua tidak melakukannya. Alasannya, karena anak bisa tumbuh dengan rasa cemas dalam dirinya, bahkan mengalami depresi lantaran sering mendapat perlakuan jahil.
Trauma
Rasa cemas, takut, dan tidak aman yang anak rasakan akibat menjadi target jahil dapat menimbulkan trauma. Kondisi ini bahkan bisa timbul hingga si Kecil dewasa nanti. Akan tetapi, banyak orang tua yang melakukan kejahilan tidak menyadari bahwa rasa cemas tersebut memengaruhi si Kecil dewasa nanti.
Menjadi Pelaku Bullying
Menjadi target prank dapat menyebabkan anak menjadi pelaku bullying. Alasannya, anak yang mengalami tindak kejahulan dari orang tuanya akan menirukan perilaku tersebut ke teman-temannya. Hal tersebut bukan tanpa alasan, anak cenderung tidak melampiaskan kemarahannya akibat mengalami kejahilan dari orang tuanya.
Namun, rasa kesal anak akan terjadi ke orang lain. Sebagai orang tua harus mengerti anak adalah peniru yang ulung. Artinya, orang tua harus memberikan contoh yang baik pada anaknya.
Menurunkan Rasa Percaya Diri Anak
Melakukan kejahilan terkadang bisa orang lakukan dengan cara merekamnya. Merekam reaksi anak-anak yang sedang mengalami rasa kekecewaan kepada orang tuanya, lalu mengunggahnya secara luas, jelas bisa membuatnya merasa tidak percaya diri dan malu. Sama seperti orang dewasa, anak merupakan pribadi yang juga memiliki pikiran dan perasaan.
Bahkan ada yang menyebutkan bahwa anak adalah manusia kecil dengan perasaan yang besar. Jadi, sebaiknya orang tua lebih berhati-hati ketika menyinggung perasaan anak dengan sengaja, lalu tertawa karena menganggapnya sebagai lelucon.
Terakhir, orang tua harus mengetahui anak mudah menangis juga tidak baik. Melakukan tindakan yang lucu dan menghibur tidak perlu sampai mengorbankan anak. Anak juga penting untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari orang tuanya. Jadi, sebaiknya orang tua tidak melakukan prank atau kejahilan terhadap anak.